
KETUA Mahkamah Konstitusi, Suhartoyo mengkritik pendapat ahli yang menyebut personel kepolisian aktif bisa menduduki jabatan di instansi sipil dengan merujuk pada Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2018 dan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017.
Hal itu disampaikan pada sidang uji materi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli kepolisian, Oce Madril. Suhartoyo menilai ketentuan yang terlalu umum dan justru bisa menghambat karier ASN di lembaga sipil.
“Itu justru yang dikhawatirkan mendesak kesempatan bagi ASN, PNS yang original kalau batasan-batasan yang diberikan Pak Oce terlalu umum. Sepanjang di pemerintahan karena prinsip sipil, batasannya menjadi agak nisbi,” kata Suhartoyo di Gedung MK, Jumat (26/9).
Selain itu, kritik juga datang dari Hakim konstitusi Saldi Isra. Ia mempertanyakan dasar hukum yang merujuk Peraturan Kapolri tersebut.
“Pak Oce, ini saya dari tadi mencari-cari di UU Nomor 2 Tahun 2002, di mana kita menemukan frasa Peraturan Kapolri? Ada gak ditemukan? Untuk mengatakan Peraturan Kapolri menjadi bagian peraturan perundang-undangan, ada gak itu?” tanya Saldi.
Menanggapi hal tersebut, Oce menjawab “Ahli memaknai keputusan ini.”
Namun belum selesai Oce menjelaskan, Saldi langsung memotong, “Bukan! Frasa itu ada gak di undang-undangnya?”
Mendengar pernyataan tersebut, Oce akhirnya mengakui bahwa peraturan tersebut tidak tertera dalam UU Kepolisian.
“Peraturan enggak (ada di UU Kepolisian).” jelas Oce.
Saldi pun menutup dengan singkat, “Ya sudah cukup.”
Sementara itu, Hakim Enny Nurbaningsih menambahkan pertanyaan soal dasar Oce menyebut Peraturan Kapolri sebagai bagian dari peraturan perundang-undangan. Hal itu merujuk pada Pasal 8 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
“Ahli menggunakan UU P3, sepanjang dibentuk oleh badan atau pejabat yang punya kewenangan. Itu ada di Pasal 8,” jawabnya.
Dalam persidangan sebelumnya, saksi ahli dari pemohon, Soleman B. Pontoh juga menyampaikan sebanyak 4.351 anggota Polri melakukan praktik rangkap jabatan di instansi sipil, terdiri dari 1.184 perwira serta 3.167 bintara dan tamtama.
“Polri tetap masuk menjadi ASN dengan memanfaatkan celah di bagian penjelasan UU Polri,” kata Soleman pada sidang (16/9).
Ia juga menyebut praktik rangkap jabatan polisi aktif marak terjadi pada era Presiden ke-7 RI Joko Widodo. “Jokowi meminta prinsip resiprokal agar anggota Polri aktif dapat ditugaskan di luar struktur kepolisian tanpa perlu mengundurkan diri,” ujarnya.
Soleman menegaskan, berbeda dengan Polri, UU TNI terbaru Nomor 3 Tahun 2025 telah secara tegas membatasi prajurit aktif hanya boleh menempati 14 instansi sipil. “Di luar itu, mereka harus mundur dari militer,” katanya. (Dev)