INDEF Nilai Program E10 Beri Peluang Ekonomi Baru bagi Petani Tebu

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menilai kebijakan penggunaan bensin campuran etanol 10 persen (E10) berpotensi membuka peluang ekonomi baru bagi petani tebu. Program ini dinilai dapat mendorong peningkatan nilai tambah hasil perkebunan tebu jika diiringi dengan penguatan produktivitas di sisi hulu.

Head of Center Food, Energy & Sustainable Development (FESD) INDEF, Abra Talattov, mengatakan bioetanol tidak bersaing langsung dengan kebutuhan pangan karena bahan bakunya berasal dari molase. Molase merupakan produk sampingan tebu yang tidak digunakan dalam produksi gula. Dengan demikian, diversifikasi energi melalui E10 justru dapat menciptakan pasar baru bagi petani.

“Petani nantinya bisa mendapat nilai tambah dari tebu, tak hanya dari gula tetapi juga produk sampingan untuk etanol,” jelas Abra di Jakarta, dikutip Selasa (28/10/2025).

Menurut Abra, peluang tersebut akan optimal jika pemerintah menyiapkan ekosistem produksi yang kuat di sektor hulu. Saat ini, produktivitas tebu nasional baru sekitar 70 ton per hektare. Padahal, dalam kajian INDEF, potensi maksimal dapat mencapai 100 ton per hektare. Peningkatan produktivitas menjadi kunci agar bahan baku etanol dalam negeri mampu mencukupi kebutuhan industri energi tanpa mengganggu pasokan gula.

Abra menilai, kebijakan E10 harus dijalankan secara bertahap sesuai kesiapan bahan baku di dalam negeri. Ia mencontohkan pengembangan biosolar yang dimulai dari B5 hingga B40 dilakukan dengan memperhatikan kapasitas produksi sawit nasional. Pendekatan serupa, kata dia, perlu diterapkan untuk pengembangan bioetanol berbasis tebu.

Dengan penguatan sektor hulu, nilai tambah tebu bagi petani akan meningkat seiring tumbuhnya permintaan etanol. Selain memperluas sumber pendapatan petani, program ini juga membuka peluang investasi di sektor pengolahan molase menjadi bioetanol. Jika dijalankan secara konsisten, E10 tidak hanya menjadi kebijakan energi bersih, tetapi juga penggerak ekonomi perdesaan berbasis perkebunan.