
Israel terus membombardir Gaza, Palestina. Di saat yang bersamaan, Amerika Serikat (AS) memveto resolusi Dewan Keamanan PBB, yang menyerukan gencatan senjata permanen dan segera di Gaza. Kondisi ini menambah krisis yang terjadi di sana.
Kondisi di Gaza
Israel membombardir Jalur Gaza secara besar-besaran sejak Selasa (16/9). Aksi itu dilakukan setelah Menlu Amerika Serikat (AS) Marco Rubio memberi lampu hijau bagi serangan baru Israel ke Gaza.
Rubio pada Senin (15/9) bertemu dengan PM Israel Benjamin Netanyahu di Yerusalem. Saat pertemuan, Rubio menegaskan AS mendukung penuh operasi militer Israel.

Beberapa jam setelah pertemuan, saksi mata di Gaza melaporkan, sejumlah wilayah di sana rata dengan tanah. Sejumlah warga dipercaya terperangkap di puing-puing bangunan.
Dalam rangkaian serangan tersebut, Menhan Israel, Israel Katz, menyebut kota terbesar di Jalur Gaza itu sedang terbakar. Katz menyebut, kawasan permukiman utama di Gaza City dilumat si jago merah.
"Kami tidak akan menyerah dan tidak akan mundur sampai misi tercapai," kata Katz seperti dikutip dari AFP.

Israel berulang kali mengancam akan meluncurkan serangan besar ke Gaza City. Mereka bersikeras akan menghancurkan Gaza demi memberantas milisi Hamas.
Gencatan Senjata Diveto AS
Dalam kondisi dibombardir, Gaza berupaya bertahan. Di saat yang bersamaan, pada Kamis (18/9) Amerika Serikat (AS) kembali memveto resolusi Dewan Keamanan PBB, yang menyerukan gencatan senjata permanen dan segera.
Resolusi DK PBB itu juga berisi desakan pembebasan semua sandera di Gaza. Menurut keterangan resmi perwakilan AS di PBB, veto berlaku lantaran resolusi dianggap tidak cukup untuk mengutuk tindakan Hamas.

Hamas adalah kelompok penguasa Gaza yang diserang secara besar-besaran oleh Israel di kawasan tersebut. Akibatnya lebih 60 ribu nyawa melayang, mayoritas korban jiwa adalah warga sipil.
DK PBB menggelar voting untuk resolusi gencatan senjata dengan hasil 14 anggota DK PBB mendukung. Hanya AS, yang punya veto, menolak.
Dubes Palestina untuk PBB Riyad Mansour menyebut, resolusi yang batal karena veto AS menunjukkan semakin mendalamnya penderitaan warga sipil di Gaza karena serangan besar-besaran Israel.
Israel Lakukan Genosida di Gaza

Penyelidik PBB menyatakan Israel melakukan genosida di Gaza dengan tujuan menghancurkan Palestina. Komisi Penyelidikan Internasional Independen PBB (COI) menyalahkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan pejabat tinggi Israel lainnya atas kondisi yang terjadi di Gaza.
"Genosida terjadi di Gaza dan akan terus terjadi," kata ketua komisi, Navi Pllay, dikutip dari AFP, Selasa (16/9).
"Tanggung jawab berada di tangan Negara Israel," lanjutnya.
Dalam laporan terbarunya, komisi independen menyimpulkan bahwa otoritas dan pasukan Israel sejak Oktober 2023 telah melakukan 4 dari 5 tindakan genosida yang tercantum dalam Konvensi Genosida 1948.
"Meliputi membunuh anggota masyarakat, menyebabkan cedera fisik atau mental yang serius pada anggota masyarakat, dengan sengaja menciptakan kondisi kehidupan yang dirancang untuk menyebabkan kehancuran fisik secara keseluruhan atau sebagian, dan memaksakan tindakan yang dimaksudkan untuk mencegah kelahiran dalam masyarakat," kata isi laporan komisi itu.

Komisi itu juga menyatakan pernyataan eksplisit oleh masyarakat dan pejabat militer Israel, serta pola tindakan Israel mengindikasikan bahwa tindakan genosida dilakukan dengan niat untuk menghancurkan warga Palestina di Jalur Gaza.
Kesimpulan laporan itu menyatakan bahwa Presiden Israel Isaac Herzog, Netanyahu, dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant telah menghasut terjadinya genosida dan otoritas Israel gagal mengambil tindakan untuk menghukum mereka yang terlibat dalam hasutan ini.
Warga Gaza City Mulai Mengungsi

Warga Gaza City berbondong-bondong mengungsi di tengah serangan Israel yang semakin intens. Dikutip dari Al Jazeera, Jumat (19/9), kendaraan warga mulai memenuhi jalan di pesisir al-Rashid yang menuju ke arah selatan.
Karena banyaknya kendaraan yang ingin menuju ke arah selatan, lalu lintas menjadi macet dan kendaraan tidak bergerak sama sekali.
Warga menyelamatkan diri dari serangan Israel dan meninggalkan Gaza City di Gaza utara. Mereka mengambil barang apa pun yang dapat dibawa bersama mereka. Truk-truk juga dipenuhi dengan keluarga-keluarga yang terpaksa mengungsi bersama barang-barang mereka, termasuk tangki air.

Perjalanan dari pusat Gaza City ke al-Mawasi biasanya yang biasanya hanya 50 menit kini memakan waktu hingga 7 jam. Israel menyebut al-Mawasi sebagai zona kemanusiaan.
Ini merupakan perjalanan yang melelahkan bagi semua orang, termasuk lansia dan anak-anak. Yang paling rentan adalah mereka yang mengalami kompilasi kesehatan, karena mereka harus meninggalkan rumah sakit di Gaza City.
Sementara itu, UNRWA menyoroti tingginya biaya yang harus dikeluarkan penduduk Gaza untuk mengungsi dari serangan Israel.
"Bahan bakar langka, tempat penampungan perlengkapan UNRWA dilarang selama hampir 7 bulan. Tempat penampungan penuh sesak dan sulit ditemukan," kata UNRWA dalam pernyataannya.