
Rokok elektrik alias vape awalnya muncul dengan janji manis: jadi alternatif yang “lebih aman” dibanding rokok tembakau biasa. Bentuknya modern, rasanya variatif, dan katanya bisa membantu orang berhenti merokok. Tapi, belakangan, penelitian medis dari berbagai negara justru mengungkap fakta mengejutkan: vape tidak seaman yang dibayangkan, bahkan punya bahaya serius seperti rokok konvensional.
Lalu, sebenarnya seberapa berbahaya rokok elektrik dibandingkan rokok biasa?
Klaim Lebih Aman, Tapi Riset Berkata Lain
Beberapa tahun terakhir, berbagai jurnal medis di database NCBI (PubMed) meneliti dampak rokok elektrik terhadap tubuh. Hasilnya? Masih banyak tanda tanya, tapi satu hal jelas: tidak ada yang bisa menyebut vape “aman”.
• Studi tinjauan sistematis tahun 2024 menyebutkan bahwa meskipun rokok elektrik menghasilkan racun lebih sedikit daripada rokok tembakau, tetap ada dampak serius pada sistem pernapasan. Terutama bagi remaja, vaping bisa memicu iritasi dan gangguan paru dalam waktu relatif singkat.
• Penelitian lain tahun 2023 menyoroti satu hal yang sering dilupakan: perilaku pengguna. Karena vape mudah dipakai dan bisa diisap berulang kali tanpa sadar, paparan nikotin bisa justru lebih tinggi. Artinya, klaim “lebih ringan” tidak selalu benar.
Risiko Paru-Paru: Iritasi hingga EVALI
Kalau rokok konvensional sudah terkenal menyebabkan bronkitis kronis, PPOK, sampai kanker paru, rokok elektrik punya “versi modern” dari masalah paru.
• Tahun 2020, laporan medis menunjukkan kasus pneumonia lipoid (radang paru karena zat minyak) hingga gagal napas akut akibat vape.
• Ada juga fenomena EVALI (E-cigarette or Vaping-Associated Lung Injury), yaitu kerusakan paru mendadak yang banyak ditemukan di Amerika Serikat beberapa tahun lalu.
Artinya, meskipun asapnya terlihat “ringan” dan baunya lebih wangi, uap rokok elektrik bisa tetap bikin paru-paru rusak.
Ancaman Kardiovaskular: Serangan Jantung Bukan Hanya dari Rokok Tembakau
Rokok konvensional sudah lama dikaitkan dengan penyakit jantung dan stroke. Nah, ternyata rokok elektrik juga punya andil.
• Meta-analisis tahun 2025 menyebutkan bahwa pengguna rokok elektrik berisiko mengalami aritmia (gangguan irama jantung) dan serangan jantung.
• Memang, risikonya lebih rendah dibanding rokok biasa, tapi tetap jauh lebih tinggi dibanding orang yang tidak merokok sama sekali.
Jadi, berpikir bahwa vape “menyelamatkan” jantung sama sekali tidak tepat.
Bahaya Fisik: Ledakan Vape
Hal yang tidak ada di rokok biasa, tapi unik di rokok elektrik, adalah risiko ledakan perangkat.
• Laporan medis menyebutkan beberapa kasus cedera serius: patah tulang rahang, luka bakar, sampai kerusakan gigi akibat vape meledak.
• Masalah ini muncul karena perangkat menggunakan baterai lithium, yang bisa rusak atau meledak saat overheat atau salah pengisian.
Kalau rokok konvensional bikin batuk, vape bisa bikin harus masuk UGD gara-gara luka bakar.
Efek Jangka Panjang Masih Misteri
Inilah yang paling bikin ilmuwan waspada. Karena rokok elektrik baru populer dalam 10–15 tahun terakhir, efek jangka panjangnya belum sepenuhnya jelas.
Beberapa studi awal menemukan:
• Perubahan fungsi pembuluh darah setelah beberapa bulan vaping.
• Iritasi kronis pada saluran napas.
• Potensi munculnya senyawa kimia baru saat cairan dipanaskan.
Artinya, masih banyak yang belum terungkap, tapi tren awalnya tidak menjanjikan.
Baik rokok konvensional maupun elektrik sama-sama mengandung nikotin, zat adiktif yang bikin otak “ketagihan”. Bahkan, karena mudahnya akses dan rasa manis buah-buahan, remaja lebih cepat terjerat kecanduan lewat vape.
Di Amerika Serikat, survei menunjukkan peningkatan signifikan jumlah pelajar yang mencoba rokok elektrik. Tren ini juga mulai terlihat di Indonesia.
Jadi, Mana yang Lebih Bahaya?
Kalau dibandingkan langsung, rokok konvensional jelas masih lebih mematikan—dengan bukti puluhan tahun penelitian yang menunjukkan kanker, penyakit jantung, dan paru.
Tapi rokok elektrik bukan berarti aman. Bahayanya nyata, hanya berbeda bentuk:
• Paparan racun lebih sedikit, tapi tetap berisiko.
• Ancaman paru-paru dan jantung tetap ada.
• Plus risiko tambahan: ledakan perangkat dan ketagihan lebih cepat.
Seperti kata salah satu peneliti dalam review tahun 2021: “E-cigarette mungkin sedikit lebih aman secara toksikologis, tapi sama sekali bukan bebas risiko.”
Kesimpulan
Rokok elektrik memang dipasarkan sebagai “jalan keluar” bagi perokok tembakau. Namun, bukti ilmiah saat ini justru menegaskan bahwa vape bukan solusi sehat.
Bagi perokok, berpindah ke vape bisa jadi langkah sementara yang menurunkan paparan zat berbahaya—tapi tetap harus diiringi tujuan akhir: berhenti total.
Bagi non-perokok, terutama remaja, memulai dengan vape sama saja membuka pintu menuju kecanduan nikotin dan risiko kesehatan baru.
Jadi, sebelum menganggap vape sebagai “alternatif aman”, pikirkan lagi. Rokok elektrik bukan sekadar alat gaya hidup, tapi produk dengan bahaya medis yang serius.