
ALFI Institute (Institut Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia) mencatat bahwa meskipun telah terjadi tren penurunan biaya logistik nasional per PDB dari 26% pada 2014 menjadi 14,3% per PDB pada 2024 lalu, namun secara perbandingan dengan negara kawasan Asia Tenggara masih tergolong lebih tinggi dibandingkan Vietnam,, Malaysia, dan Singapura.
Ketua ALFI Institute Yukki Nugrahawan Hanafi menilai tingginya biaya logistik nasional dapat memengaruhi daya saing nasional, khususnya jika ditempatkan dalam konteks persaingan dalam mencari pangsa pasar baru dengan kenaikan tarif yang berlaku dalam tatanan perdagangan internasional saat ini.
“Untuk terus meningkatkan daya saing dan memperkuat industri nasional, biaya logistik dan rantai pasok yang lebih rendah perlu menjadi fokus utama pemerintah dan pelaku usaha agar Indonesia bisa lebih kompeitif dan menjadi pilihan mitra dagang utama dunia,” ujar Yukki.
Secara spesifik, tingginya biaya logistik per PDB ini dipengaruhi oleh berbagai macam biaya-biaya yang harus dikeluarkan oleh pelaku usaha yang meliputi biaya transportasi maupun pergudangan, serta administrasi manajemen logistik.
Namun, secara makro, ALFI Institute melihat tingginya biaya logistik nasional ini tidak terlepas dari ketersediaan infrastruktur logistik yang belum terintegrasi dan merata, serta rantai pasok yang belum efisien,
“Ketersediaan infrastruktur logistik dan manajemen rantai pasok yang secara kuantitas dan kualitas meningkat tidak hanya dapat menurunkan biaya logistik, namun lebih dari itu juga menegaskan posisinya sebagai pusat utama perdagangan dan jasa serta investasi,” kata Yukki.
Fokus Rekomendasi Kebijakan
Untuk terus mendorong efisiensi biaya logistik dan rantai pasok, ALFI Institute mendorong agar pemerintah bersinergi dengan pelaku usaha untuk melakukan reformasi sistem logistik nasional dengan 5 prioritas kebijakan.
Pertama, meningkatkan ketersediaan infrastruktur logistik baik darat, laut, dan udara.
Kedua, meningkatkan tata kelola fiskal dan tata niaga logistik yang mudah, efisien, dan optimal.
Ketiga, melakukan harmonisasi regulasi serta proses birokrasi yang mudah dam tidak berbelit.
Keempat, mendorong revitalisasi armada angkutan untuk mendorong performa operasional logistik.
Kelima, meningkatkan kapasitas para pelaku usaha logistik dan rantai pasok serta SDM yang berada pada sektor logistik, khususnya dalam proses digitalisasi dan manajemen sistem logistik darat, laut, dan udara.
“ALFI Institute menilai bahwa untuk menekan biaya logistik yang rendah menjadi keharusan agar daya saing Indonesia meningkat. Kami menilai lima rekomendasi fokus kebijakan ini perlu dilakukan secara komprehensif dan berjalan bersama-sama.” tutup Yukki. (Z-1)