
Gubernur Hawaii, Josh Green, menyampaikan pembaruan terkait potensi ancaman gelombang tsunami imbas aktivitas seismik di kawasan Pasifik. Dalam pernyataan resminya, Green menegaskan bahwa hingga saat ini belum terlihat adanya gelombang besar yang membahayakan wilayah daratan.
"Sejauh ini kami belum melihat adanya gelombang berbahaya yang menimbulkan dampak serius," ujar Green dikutip dari BBC, Rabu (30/7).
Ia menambahkan, meskipun belum ada gelombang yang mencapai daratan, otoritas setempat mencatat surutnya air laut secara signifikan, indikasi awal yang kerap mengiringi potensi gelombang tsunami.
Gelombang laut, menurut Green, belum melampaui Pulau Besar (Big Island) Hawaii. Namun ia menekankan, status "aman" belum bisa diberikan. Otoritas memperkirakan butuh waktu dua hingga tiga jam ke depan untuk benar-benar memastikan bahwa situasi tidak mengarah pada ancaman nyata.
“Pantauan terus dilakukan secara ketat. Kami tidak akan mengambil kesimpulan sebelum benar-benar yakin. Yang terpenting saat ini adalah keselamatan seluruh warga,” tegas Green.
Masyarakat, terutama yang tinggal di wilayah pesisir, diminta untuk tetap waspada, menjauhi pantai, dan mengikuti arahan dari otoritas darurat setempat. Hingga pernyataan ini dikeluarkan, belum ada laporan kerusakan atau korban, namun antisipasi tetap menjadi prioritas utama pemerintah.
Pemantauan aktivitas laut dan kondisi geologis terus berlangsung. Pemerintah berkomitmen untuk segera memberikan informasi lanjutan begitu perkembangan terbaru tersedia.
Tsunami ini dipicu oleh gempa bumi bawah laut berkekuatan 8,8 magnitudo yang mengguncang lepas pantai Kamchatka, Rusia, pada 29 Juli 2025. Gempa Rusia yang terjadi di kedalaman sekitar 19,3 kilometer dan tercatat sebagai yang paling kuat di wilayah tersebut sejak tahun 1952. Getaran dahsyat ini menimbulkan gelombang tsunami setinggi hingga 4 meter (setara 13 kaki), yang kemudian menjalar ke sejumlah wilayah di kawasan Pasifik, termasuk Hawaii. (BBC/Z-10)