
Keluarga Putri Apriyani (24), mahasiswi yang ditemukan tewas dalam kondisi terbakar di kamar kosnya di Indramayu, mengaku kecewa dengan pasal yang dikenakan kepada tersangka pembunuhan Bripda Alvian Maulana Sinaga (23).
Bripda Alvian membunuh dan membakar jasad Putri yang merupakan pacarnya pada Sabtu, 9 Agustus 2025. Alvian ditangkap di Dompu, Nusa Tenggara Barat pada Sabtu (23/8). Saat peristiwa terjadi, Alvian masih bertugas sebagai di Polres Indramayu, namun kini dia sudah dipecat.
Polisi menjerat Alvian dengan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dan/atau Pasal 351 ayat (3) KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan kematian dengan ancaman hukumannya maksimal 15 tahun penjara.
Ayah Putri, Karja (48), mengaku tidak puas dengan pasal yang dikenakan ke Alvian. Ia berharap pelaku dihukum seberat-beratnya.
“Tidak puas. Harapannya hukuman mati, kalau tidak seumur hidup,” ujar Karja dikutip Rabu (27/8).
“Sangat kecewa, kecewa berat. Sangat tidak memuaskan untuk pihak keluarga,” sambungnya.
Sementara itu, kuasa hukum keluarga korban, Toni RM, menilai aparat kepolisian seharusnya mempertimbangkan penerapan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.
Toni mengatakan bahwa hingga kini pihaknya masih menunggu hasil pemeriksaan penyidik terhadap Alvian. Sebab Alvian baru tiba di Indramayu dari Dompu, Selasa (26/8).
“Pak Kasat Reskrim sudah menelepon saya dan menjelaskan bahwa pasal yang dikenakan masih sementara, karena tersangka belum sempat diperiksa,” ujarnya.

Pembunuhan Terencana
Namun demikian, Toni menilai dari sejumlah bukti awal, seperti rekaman CCTV dan kondisi Tempat Kejadian Perkara (TKP), ada indikasi kuat bahwa perbuatan tersangka dilakukan secara sadar dan terencana.
“Kalau saya boleh menganalisa, menurut saya unsur pembunuhan berencana itu masuk. Dia sempat keluar (kos Putri) jam 05.04 pagi, lalu masuk lagi pukul 05.30. Lalu keluar lagi dalam keadaan panik sekitar jam 08.00. Ada jeda waktu yang cukup menunjukkan ada perencanaan,” kata Toni.
Selain itu, Toni menyebut fakta bahwa jenazah korban ditemukan dalam kondisi terbakar serta adanya bahan yang diduga digunakan untuk membakar tubuh korban juga memperkuat dugaan perencanaan.
“Kalau bahan pembakar itu sudah disiapkan, artinya itu hasil perencanaan. Belum lagi analisa dari alat bukti di TKP. Kami menunggu hasil penyidikan lebih lanjut,” katanya.
Toni menambahkan, penerapan Pasal 338 KUHP dengan ancaman 15 tahun penjara bisa berujung pada vonis yang jauh lebih ringan, terutama jika terdakwa mengajukan remisi atau pembebasan bersyarat.
“Kalau vonisnya 15 tahun saja, pelaku bisa bebas dalam waktu kurang dari 10 tahun karena adanya remisi dan bebas bersyarat. Itu sangat menyakitkan bagi keluarga korban,” jelas Toni.
Atas dasar itu, pihak keluarga berharap agar penyidik mendalami lebih jauh motif pelaku dan mempertimbangkan penerapan pasal yang lebih berat sesuai fakta-fakta yang ditemukan.
Sekilas Kasus
Putri Apriyani ditemukan tewas dalam kondisi mengenaskan di kamar kosnya di Blok Ceblok, Jalan Karangbaru, Desa Singajaya, Kecamatan/Kabupaten Indramayu pada Sabtu pagi, 9 Agustus 2025. Tubuh korban ditemukan dalam keadaan terbakar sebagian.
Beberapa hari setelah kejadian, polisi menetapkan Alvian sebagai tersangka. Alvian sempat menjadi DPO dan ditangkap tim gabungan dari Polda Jabar, Polres Indramayu serta Polres Dompu di wilayah Dompu NTB kemudian dibawa ke Polres Indramayu.
Alvian menggarong uang Rp 32 juta milik Putri ke rekening judol.