
Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan CEO Navayo International, Gabor Kuti, sebagai buronan atau masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
Gabor merupakan salah satu tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan satelit slot orbit 123 derajat bujur timur pada Kementerian Pertahanan (Kemhan) RI tahun 2012-2021. Ia diduga merupakan warga negara Hungaria.
"Benar [Gabor Kuti] sudah [masuk DPO], sejak 22 Juli 2025," kata Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna, saat dikonfirmasi, Senin (22/9).
Anang menjelaskan, Gabor Kuti ditetapkan sebagai DPO lantaran tidak memenuhi tiga kali panggilan sebagai saksi dan dua kali panggilan sebagai tersangka.
"[Masuk DPO] setelah terlebih dahulu dipanggil sebanyak tiga kali saksi dan dua kali sebagai tersangka," ucap Anang.
Sebelumnya, Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer (Jampidmil), Mayjen TNI M. Ali Ridho, mengatakan bahwa tersangka yang berada di luar negeri juga telah dipanggil melalui jalur resmi kerja sama antar lembaga. Namun, tak kunjung dipenuhi.
Salah satu tersangka yang ada di luar negeri diduga adalah Gabor Kuti.
"Ya di luar negeri juga sudah kita panggil, dan kita panggil. Yang kita panggil tentunya kan dengan mekanisme. Mekanisme kita berkomunikasi dengan bidang biro hukum di sini, kemudian komunikasi dengan Kementerian Luar Negeri," ucap Ali kepada wartawan, di Gedung Kejagung, Jakarta, Jumat (20/6) lalu.
"Karena kan harus disampaikan dari pihak Kementerian Luar Negeri, untuk memanggil warga negara asing yang dijadikan tersangka," imbuh dia.
Ali juga menyinggung opsi sidang in absentia terbuka jika tersangka tetap mangkir dari panggilan pemeriksaan oleh penyidik.
“Kalau misalnya dipanggil pada masanya enggak pernah datang, ya kita kan bisa sidang dengan cara in absentia. Yang penting kan kita sudah patut memanggil tersangka yang di luar negeri,” tutur Ali.
Dalam kasus itu, Kejagung telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka. Perbuatan ketiga tersangka diduga mengakibatkan kerugian negara sebesar lebih dari Rp 300 miliar.
Adapun ketiga tersangka itu yakni Kepala Badan Sarana Pertahanan Kemenhan Laksamana Muda TNI (Purn.) Leonardi, Anthony Thomas Van Der Hayden selaku perantara, dan CEO Navayo International Gabor Kuti.
Kasus tersebut bermula saat Kemhan RI melalui tersangka Leonardi menandatangani kontrak dengan CEO Navayo International AG, Gabor Kuti, tentang perjanjian untuk penyediaan terminal pengguna jasa dan peralatan yang terkait (Agreement For The Provision Of User Terminal And Related Service And Equipment).
Kontrak itu ditandatangani pada 1 Juli 2016 dengan nilai kontrak mencapai USD 34.194.300 dan berubah menjadi USD 29.900.000.
Dalam konferensi pers pengumuman tersangka, Direktur Penindakan Jampidmil Kejagung RI, Brigjen TNI Andi Suci Agustiansyah, menjelaskan bahwa Navayo International AG merupakan rekomendasi aktif dari tersangka Anthony Thomas Van Der Hayden.
Namun, lanjut Andi, penandatangan kontrak dengan Navayo International AG dilakukan tanpa adanya anggaran dan penunjukan Navayo International AG sebagai pihak ketiga justru dilakukan tanpa melalui proses pengadaan barang dan jasa.
Ia menyebut, Navayo International AG juga mengeklaim telah mengirim barang kepada Kementerian Pertahanan RI. Kemudian, terhadap pekerjaan yang telah dilaksanakan oleh Navayo International AG, empat buah surat Certificate of Performance (CoP) atau Sertifikat Kinerja pun ditandatangani.
"Di mana CoP tersebut yang telah disiapkan oleh Anthony Thomas Van Der Hayden dan Gabor Kuti tanpa dilakukan pengecekan atau pemeriksaan terhadap barang yang dikirim terlebih dahulu," tutur Andi dalam jumpa pers, Gedung Kejagung, Jakarta, Rabu (7/5) lalu.
Andi menyebut, pihak Navayo International AG kemudian melakukan penagihan kepada Kemhan RI dengan mengirimkan 4 invoice (permintaan pembayaran dan CoP).
"Namun, sampai dengan tahun 2019 Kementerian Pertahanan RI tidak tersedia anggaran pengadaan satelit," ucapnya.
Kemudian, atas permintaan penyidik Jampidmil Kejagung RI, dilakukan pemeriksaan terkait pekerjaan Navayo International AG oleh ahli satelit Indonesia.
Dari pemeriksaan itu, kata Andi, diperoleh kesimpulan bahwa pekerjaan Navayo International AG tidak dapat membangun sebuah Program User Terminal. Berikut alasannya:
Hasil pemeriksaan laboratorium terhadap handphone sebanyak 550 unit bukan merupakan handphone satelit dan tidak ditemukan Secure Chip Inti dari pekerjaan User Terminal;
Hasil pekerjaan Navayo International AG terhadap User Terminal tidak pernah diuji terhadap Satelit Artemis yang berada di Slot Orbit 123 derajat BT; dan
Barang-barang yang dikirim Navayo International AG tidak pernah dibuka dan diperiksa.
Kemhan RI pun diwajibkan untuk membayar sejumlah USD 20.862.822 berdasarkan Final Award Putusan Arbitrase Singapura karena telah menandatangani Certificate of Performance (CoP).
Untuk memenuhi kewajiban pembayaran itu, telah dilakukan penyitaan Wisma Wakil Kepala Perwakilan Republik Indonesia, rumah dinas Atase Pertahanan, dan apartemen Koordinator Fungsi Politik KBRI di Paris oleh Juru Sita Paris.
Adapun penyitaan itu dilakukan berdasarkan keputusan Pengadilan Paris yang mengesahkan keputusan Tribunal Arbitrase Singapura tanggal 22 April 2021 yang dimohonkan oleh Navayo International AG atas keputusan Arbitrase Internasional Commercial Court atau ICC Singapura.
Akibat perbuatannya, ketiga tersangka tersebut dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 atau Pasal 8 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 KUHP.
Meski telah ditetapkan sebagai tersangka, ketiganya belum dilakukan penahanan oleh penyidik.