Menteri Keuangan Sri Mulyani berencana memanfaatkan Saldo Anggaran Lebih (SAL) senilai Rp 60 triliun untuk mengurangi penarikan utang sekaligus memperkuat cadangan fiskal di 2026.
"Pada RAPBN tahun anggaran 2026, pemerintah mengalokasikan penggunaan SAL sebagai instrumen pengurang utang dan fiscal buffer sebesar Rp 60 triliun," tulis Sri Mulyani dalam Buku II Nota Keuangan RAPBN 2026, dikutip Selasa (19/8).
Selama ini, SAL dikenal sebagai sumber pembiayaan non-utang yang berperan penting menjaga keberlanjutan fiskal. Pemerintah menegaskan pengelolaan SAL tetap dilakukan secara efisien agar APBN lebih stabil di tengah ketidakpastian ekonomi global.
"Kebijakan yang dirancang mencakup penempatan sebagian SAL pada instrumen keuangan jangka pendek dengan profil risiko yang terkendali. Apabila dibutuhkan, SAL juga dapat dimanfaatkan untuk menutup defisit APBN," ungkapnya.
Jumlah SAL yang akan dipakai pada 2026 lebih kecil dibanding outlook 2025 sebesar Rp 85,6 triliun. Tahun ini, pemerintah menggunakan SAL untuk menekan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN), membiayai belanja prioritas, hingga menutup defisit anggaran.
Tren pemanfaatan SAL sendiri fluktuatif dalam lima tahun terakhir. Pada 2021, nilainya mencapai puncak tertinggi Rp 143,96 triliun. Namun pada 2022, pemerintah sama sekali tidak menggunakan SAL. Baru pada 2023, pemanfaatan SAL kembali dilakukan sebesar Rp 35 triliun, lalu naik menjadi Rp 56,38 triliun pada 2024.
"Pengelolaan SAL sebagai buffer likuiditas menjadi krusial untuk menjaga stabilitas fiskal dan perekonomian Indonesia di tengah ketidakpastian global," tulis dokumen itu.