PT PLN (Persero) menyebutkan rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dengan total kapasitas 7 gigawatt (GW) hingga tahun 2040 butuh dukungan secara politik.
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, menjelaskan rencana pengembangan PLTN sudah tercantum dalam Rancangan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN terbaru periode 2025-2034, sebesar 500 megawatt (MW) berbentuk Small Modular Reactor (SMR). Kebutuhan investasinya mencapai USD 3,2 miliar.
Namun, berdasarkan pemodelan yang dilakukan Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan bersama PLN, perusahaan akan menambah target kapasitas PLTN menjadi 7 GW hingga 2040.
"Sampai 2040 kira-kira akan ada tambahan lagi sekitar 7 gigawatt nuklir yang akan masuk dalam RUPTL sampai 2040. Ini masih draft, jadi modelingnya sedang dalam proses," ungkap Darmawan saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi XII DPR, Selasa (26/8).
Darmawan menyebutkan, tantangan terbesar dari pembangunan PLTN adalah dukungan politik, sehingga dia meminta pemerintah dan parlemen ikut mendukung ambisi tersebut.
"Salah satu tantangan dari nuklir adalah dukungan politik dan dukungan dari sosial dan masyarakat, bahwa number one challenge of nuclear development adalah dukungan politik," tegasnya.
Untuk menunjang target pembangunan PLTN 7 GW sampai 2040, lanjut Darmawan, pemerintah harus menentukan kesiapan tapak, kepastian kebijakan, hingga mematangkan institusi terkait.
Selain itu, Darmawan juga menyarankan agar pengembangan PLTN lebih lanjut diatur dalam Rancangan Undang-undang (Ketenagalistrikan) secara terpadu. Dia meminta ada strategi dan kebijakan yang spesifik terkait energi baru tersebut.
Sebab, kata dia, PLN hanya sebagai pelaksana penugasan dari pemerintah, tidak terkecuali terkait PLTN sebesar 7 GW yang nantinya akan dicantumkan dalam RUPTL periode hingga 2040.
"Ini memerlukan dukungan politik bahwa ke depan dengan adanya perubahan iklim diperlukan energi yang affordable untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang masif, untuk menciptakan lapangan kerja, untuk mengundang investasi yang baru, kemudian untuk memakmurkan rakyat," tutur Darmawan.
Sementara itu, Direktur Legal PLN, Yusuf Didi Setiarto, mengatakan PLTN relatif lebih murah sehingga perlu difokuskan pembahasannya dalam RUU Ketenagalistrikan.
"PLTN juga menjadi masa depan kita, karena memang relatif lebih murah, sehingga ini perlu didorong dan ditegaskan di dalam undang-undang yang baru nantinya," jelasnya.
Sebelumnya, Direktur Manajemen Proyek dan Energi Baru Terbarukan PLN, Suroso Isnandar, mengatakan PLN menargetkan PLTN sebesar 0,5 GW dapat beroperasi pada tahun 2032 sesuai dengan RUPTL 2025-2034. Namun jika dilihat hingga tahun 2040, Suroso menyebutkan PLN membidik penambahan kapasitas pembangkit dari nuklir mencapai 7.000 MW.
"Kalau itu ditarik mundur lagi ke 2040, itu chart-nya yang kedua dari kanan ada bawah warna abu-abu itu, akan kita bangun 7000 MW," ungkap Suroso saat acara Net Zero Summit 2025, Sabtu (26/7).