
PENGAMAT politik, Ray Rangkuti mengatakan narasi kenaikan gaji anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI yang disebut mencapai Rp3 juta per hari akan semakin menjauhkan jarak emosional dan kesejahteraan antara rakyat dan wakil mereka di legislatif.
“DPR seperti kehilangan empati terhadap kesulitan rakyat menghadapi kesulitan ekonomi, kesulitan mendapatkan penghasilan bagi kebutuhan sehari-hari,” ujar Ray saat dikonfirmasi pada Minggu (17/8).
Ray menyampaikan, saat sebagian besar warga Indonesia semakin sulit dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari hingga fenomena tingginya angka pengangguran. Menurutnya, tak etis jika wakil rakyat sibuk menghitung tambahan gaji yang terus membengkak.
“Kenaikan ini juga seperti meledek kesulitan rakyat sehingga sempat menaikan tagar Indonesia gelap,” tukasnya.
Selain itu, Ray menyampaikan, adanya informasi soal gaji DPR yang mencapai Rp 3 juta per hari tersebut, menjelaskan sikap dan management politik pemerintahan Prabowo untuk mendahulukan mensejahterakan pejabat dan mengesampingkan kesejahteraan rakyat.
“Rakyat dipungutin pajak tinggi-tinggi, pejabat disiram gaji dan bonus melimpah. Rakyat boleh menderita, pejabat harus tetap sejahtera,” kata Ray.
Selain itu, Ray menilai naiknya gaji DPR ini merupakan bagian dari strategi pemerintah meninabobokan DPR sekaligus hadiah pemerintah atas sikap DPR yang lebih banyak diam daripada mengkritik.
“Perlu kita ingat, kenaikan di pusat, biasanya akan diikuti oleh legislatif daerah,” imbuhnya.
Pemborosan Anggaran?
Tak hanya itu, Ray mengatakan, kenaikan gaji DPR ini tidak sejalan dengan program efisiensi yang sebelumnya digencarkan oleh pemerintahan Prabowo.
“Padahal, guyuran gaji dan bonus ini bertentangan dengan program pemerintah untuk efisiensi anggaran. Banyak rencana program pemajuan daerah dipangkas karena efesiensi anggaran,” imbuhnya.
Ia mendorong agar pemerintah membatalkan kenaikan gaji DPR tersebut agar tidak terjadi kesenjangan dan kecemburuan di antara lembaga, terlebih lagi banyak daerah yang mengalami paceklik anggaran akibat efisiensi.
“Dipangkasnya dana transfer daerah mengakibatkan daerah-daerah menaikan pajak rakyat demi mengongkosi program pembangunan daerah dari para kepala daerah. Akibatnya, demonstrasi masyarakat mulai terjadi, seperti yang terjadi di Pati,” pungkasnya. (Dev/P-3)