
GURU Besar Universitas Negeri Makassar (UNM) Harris Arthur Hedar, mengapresiasi pidato kenegaraan Presiden Prabowo di Sidang Tahunan MPR yang menempatkan penegakan hukum sebagai salah satu agenda utama pemerintahan.
“Presiden menekankan hukum yang adil, transparan, dan tidak pandang bulu sebagai syarat mutlak bagi keadilan sosial dan stabilitas nasional. Prinsip mulia harus bisa diterapkan dan hanya akan bermakna jika diterjemahkan ke dalam langkah-langkah nyata. Kami yakin Pak Prabowo mampu menjalankan ini dengan baik dan konsisten,” kata Harris Arthur, dalam keterangan yang diterima, Sabtu (16/8).
Wakil Rektor Universitas Jayabaya itu menambahkan, kondisi penegakan hukum di Indonesia masih menyisakan banyak pekerjaan rumah. Praktik korupsi, mafia peradilan, hingga tarik-menarik kepentingan politik dalam penegakan hukum membuat masyarakat kerap skeptis.
“Ini adalah momentum penting. Di awal masa jabatan presiden, modal politik masih kuat, ekspektasi publik masih tinggi, dan resistensi dari elite belum sepenuhnya terkonsolidasi. Inilah kesempatan emas untuk mendorong reformasi hukum yang substansial, misalnya dengan memperbaiki independensi lembaga penegak hukum dan menguatkan sistem pengawasan,” kata dia.
Meski demikian, ia mengakui tantangan tidak ringan. Budaya birokrasi hukum yang transaksional serta intervensi politik dari pihak berkepentingan bisa menjadi hambatan serius.
“Adanya resistensi internal birokrasi hukum yang sudah lama terbiasa dengan budaya transaksional, bukan hal mudah untuk diubah. Di sisi lain, kecenderungan intervensi politik dari para pemilik kepentingan juga bisa menghambat jalannya pembaruan. Hal ini yang harus betul betul dicermati,” kata Ketua Umum Ikatan Alumni Doktor Hukum Indonesia (IADHI) itu
Lebih jauh, Harris menilai ada beberapa langkah penting yang perlu ditempuh pemerintah. Pertama, memperkuat independensi aparat penegak hukum agar proses hukum, terutama yang menyangkut elite politik atau aparat negara, benar-benar bebas dari intervensi kekuasaan. Kedua, menjamin transparansi dalam penanganan kasus besar, khususnya korupsi, agar publik bisa menilai konsistensi pemerintah.
“Yang ketiga, perlu ada kebijakan zero tolerance bagi aparat negara yang menyalahgunakan kekuasaan. Tanpa ketegasan semacam ini, kepercayaan publik akan kembali runtuh. Dan yang keempat, perlindungan terhadap penegak hukum yang berani bersikap independen wajib dijamin, agar mereka tidak mudah diintimidasi atau digeser hanya karena menangani kasus sensitif,” kata Wakil Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN PERADI) itu.
Menyinggung peran organisasi profesi di bidang hukum seperti Peradi, Ikadin dan yang lain, Harris menekankan pentingnya kolaboarsi yang terintegrasi antara semua pemangku kepentingan.
“Reformasi hukum tidak bisa hanya digerakkan oleh negara. Organisasi profesi hukum seperti Peradi, Ikadin, dan lainnya memiliki peran penting sebagai pilar pendukung sistem hukum yang berintegritas," kata dia.
Selain itu, kata Harris, organisasi profesi juga bisa berfungsi sebagai penghubung antara sistem hukum dan masyarakat, melalui edukasi hukum publik yang membuat warga lebih sadar akan hak dan kewajibannya.
Menurutnya, pidato kenegaraan Presiden Prabowo membuka peluang untuk menjadikan hukum sebagai pilar utama negara yang berdaulat dan adil.
"Namun, momentum ini hanya akan berarti jika diikuti langkah konkret, keseriusan politik, dan kolaborasi erat dengan organisasi profesi hukum," ujarnya. (P-4)